Pendidik Wajarkah Merokok?
Pendidik Wajarkah Merokok?- Tulisan ini merupakan tulisan pendapat saya terkait rokok dan pendidik yang sekarang sangat hangat dibicarakan dan dibasmi, sebenarnya tulisan ini sudah sangat lama ingin saya tulis dan diskusikan dengan teman- teman pembaca, tapi apa boleh buat saya khawatir dengan orang yang tidak suka dengan pendapat saya tentang tema ini. Namun saya sekarang memberanikan diri untuk menulis ini karena Bapak Menteri Pendidikan pun telah membahas rokok dan pendidik tersebut.
Ada tiga pilar- pilar pendidikan yang merupakan penunjang, pelaksana, dan pembuat sasaran agar pendidikan di Indonesia ini dapat berjalan dengan baik, mereka adalah: Guru, Orangtua, dan Siswa. Tiga pilar ini tidak dapat bekerja tanpa pengaruh yang lain dengan kata lain salah satu dari ke tiga pilar tersebut tidak akan mampu melaksanakan pendidikan dengan baik tanpa ada pengaruh dua pilar yang lainnya. Pendidikan merupakan Proses Memanusiakan Manusia. Apakah sasaran dari pendidikan tersebut tidak merupakan manusia? Tentu saja iya manusia, akan tetapi apakah sifatnya, kepintarannya, perilakunya sudah termasuk ke pada daftar kriteria manusia sebagaimana mestinya? Itu yang harus diselesaikan oleh tiga pilar pendidikan tersebut.
Salah satu dari pilar tersebut yaitu guru atau pendidik. Guru merupakan pelaksana, pembuat kebijakan/ sasaran kerja, fasilitator, motivator dan penyampai materi kepada sasaran pendidikan yaitu siswa. Apa maksudnya di sini? Maksudnya di sini adalah guru merupakan pengarah tujuan dan kepintaran siswa serta membentuk karakternya dengan baik. Jangan semerta- merta hanya untuk mengasah kepintarannya, tetapi pendidikan yang harus diberikan oleh guru kepada siswa atau peserta didik lebih dari itu yaitu bagaimana menghargai orang lain, bagaimana mereka memiliki kecerdasan hati, bagaimana mereka menyelesaikan masalah dan lain sebagainya yang dinamakan dengan skill hidup dan jiwa. Untuk itu guru merupakan contoh, model, bahkan suri tauladan bagi siswa- siswinya. Berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 yang berbunyi:
Ada tiga pilar- pilar pendidikan yang merupakan penunjang, pelaksana, dan pembuat sasaran agar pendidikan di Indonesia ini dapat berjalan dengan baik, mereka adalah: Guru, Orangtua, dan Siswa. Tiga pilar ini tidak dapat bekerja tanpa pengaruh yang lain dengan kata lain salah satu dari ke tiga pilar tersebut tidak akan mampu melaksanakan pendidikan dengan baik tanpa ada pengaruh dua pilar yang lainnya. Pendidikan merupakan Proses Memanusiakan Manusia. Apakah sasaran dari pendidikan tersebut tidak merupakan manusia? Tentu saja iya manusia, akan tetapi apakah sifatnya, kepintarannya, perilakunya sudah termasuk ke pada daftar kriteria manusia sebagaimana mestinya? Itu yang harus diselesaikan oleh tiga pilar pendidikan tersebut.
Salah satu dari pilar tersebut yaitu guru atau pendidik. Guru merupakan pelaksana, pembuat kebijakan/ sasaran kerja, fasilitator, motivator dan penyampai materi kepada sasaran pendidikan yaitu siswa. Apa maksudnya di sini? Maksudnya di sini adalah guru merupakan pengarah tujuan dan kepintaran siswa serta membentuk karakternya dengan baik. Jangan semerta- merta hanya untuk mengasah kepintarannya, tetapi pendidikan yang harus diberikan oleh guru kepada siswa atau peserta didik lebih dari itu yaitu bagaimana menghargai orang lain, bagaimana mereka memiliki kecerdasan hati, bagaimana mereka menyelesaikan masalah dan lain sebagainya yang dinamakan dengan skill hidup dan jiwa. Untuk itu guru merupakan contoh, model, bahkan suri tauladan bagi siswa- siswinya. Berdasarkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 yang berbunyi:
"Kepala Sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau memproduksi rokok di lingkungan sekolah".
Dari peraturan tersebut dapat ditelaah bahwa semua orang yang tergabung dan ikut serta di dalam lingkungan sekolah tidak boleh merokok bukan hanya guru saya rasa termasuk ibu kantin, penjaga sekolah dan yang lainnya yang mempunyai aktivitas di sekolah.
Saya sangat setuju dengan peraturan tersebut untuk kelangsungan pendidikan karakter yang dikobar- kobarkan. Akan tetapi yang masih sangat miris adalah kenapa masih banyak bapak- bapak (setahu saya belum ada ibu-ibu yang merokok di lingkungan sekolah, tetapi kemungkinan di luar lingkungan sekolah ada) merokok di lingkungan pendidikan???? Apakah itu contoh yang baik? Tentu saja tidak. Apakah mereka sudah benar difungsikan sebagai tenaga pendidik? Saya bingung harus menjawab seperti apa.
Sedikit cerita pengalaman saya di salah satu Universitas di Indonesia ini yang mengisahkan seperti ini, kala itu saya sedang duduk di lorong tunggu dosen sekitar jam 8 atau jam 9 pagi. Karena terlalu lama menunggu saya berjalan menelusuri lorong yang tidak begitu terang, lalu saya tertegun terdiam dan berusaha fokus dengan apa yang saya lihat di sebuah pintu masuk ruangan dosen. Saya membaca kalimat dilarang merokok, akan tetapi salah seorang dosen yang saya perhatikan lebih kurang setengah jam saya memfokuskan mata kepadanya enak- enakan merokok tanpa mempertimbangkan dan mengindahkan peraturan dan larangan yang ada di pintu masuk. Hellooooo !!!! Bapak itu seorang akademisi loh, kenpa gitu? apa tidak malu? apa harus pura- pura tidak tahu. Perasaan aneh dan gregetan ingin marah menghampiri saya, tapi apa boleh buat saya hanya mahasiswa tidak akan dapat menindak lanjuti hal tersebut, kemudian ada salah seorang teman menepuk pundak saya, dan saya pun sadar dari gumaman terhadap dosen itu, Hei, kamu kayak yang ngak tau aja, beliau itu sudah lama seperti itu, tidak ada dosen yang lain yang pernah menegur beliau karena dosen senior, Ujar temenku. Kenapa? Jawabku. Ya begitulah, Jawabnya singkat. Saya pun mengakhiri obrolan singkat yang tidak akan pernah ditemukan jawabannya, dan walaupun sebenarnya itu simple untuk dilakukan.
Bukan hanya guru di lingkungan sekolah SD, SMP,ataupun SMA, seorang akademisi yang berada di Universitas pun tidak mengindahkan hal yang demikian, sungguh terlalu. Apa yang telah diajarkan? Apa yang telah dimodelkan oleh seorang pendidik atau akademisi terkait hal yang demikian? Di lingkungan pendidikan pula?
Jadi, ketika seorang pendidik (yang merupakan salah satu pilar pendidikan) melakukan hal yang tidak benar apalagi di lingkungan tempat dia mendidik (merokok yang merupakan larangan bagi siswa- siswa di sekolah) maka pondasi pendidikan berarti runtuh satu. Itu artinya pendidikan di Indonesia ini tidak kuat, bagaimana dapat menerjang permasalahan siswa jika pendidiknya juga bermasalah.
Saya menghimbau untuk para pendidik bangsa ini, termasuk saya (saya juga seorang pendidik) mari kita terus membelajarkan diri karena keuntungan menjadi seorang pendidik adalah kita selalu membelajarkan diri merubah karakter kita dan orang lain ke arah yang lebih baik, jangan kotori profesi pendidik dengan MEROKOK, karena merokok merupakan proses merusak diri. Jangan ajarkan siswa- siswi kita merusak diri dengan rokok, cukup anda saja yang sakit atau mempercepat mati dengan merokok, akan tetapi jangan lakukan hal tersebut di depan mereka yang anda didik. Tolong perjuangkan bagaimana kemajuan pendidikan bangsa, bukan malah menghancurkannya.
Semoga tulisan serta pendapat saya di atas dapat dicerna dengan baik, dan jangan pernah abaikan ! Saya mohon maaf kepada pembaca jika ada kata- kata saya tidak berkenan di hati pembaca. Semangat Mendidik !!! Bukan Semangat Menghancurkan !!!.
Post a Comment for "Pendidik Wajarkah Merokok?"